Nama : Nidia Puspa Vitaloka
Kelas : 4EA13
NPM : 14210971
Adapun
hak-hak dari pekerja adalah sebagai berikut:
1. Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha (pasal 6).
2. Setiap
tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja (pasal 11).
3. Tenaga
kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan
kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat 1).
4. Tenaga
kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan
kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi (Pasal
23)
5. Setiap
tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan,
atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri
(pasal 31).
6. Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat 1). Pekerja/buruh
perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
(satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan (Pasal 82 ayat 2).
7. Setiap
pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat
upah penuh.
8. Setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b.
moral dan kesusilaan; dan
c.
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama (pasal 86 ayat 1).
9. Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yg memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan (pasal 88 ayat 1).
10. Setiap
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja (pasal 99 ayat 1).
11. Setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh (pasal 104 ayat 1).
12. Mogok
kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan (Pasal 137).
13. Dalam
hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan
tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha,
pekerja/buruh berhak mendapatkan upah (Pasal 145).
Sumber: UU No.
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Kasus
Hak Pekerja
Pemecatan Karyawan Indosiar Secara Sepihak
Puluhan karyawan PT Indosiar Visual Mandiri,
Kamis 11 maret 2010 kembali berdemonstrasi dengan cara memblokade pintu masuk
kantorIndosiar di Jalan Damai nomor 11, Daan Mogot Raya, Jakarta Barat.
Bukan cuma itu, demonstran juga membentangkan sejumlah poster dan
spanduk yang mewakili perasaan mereka.
Dalam unjuk rasa tersebut, demonstran
memprotes manajemen Indosiar yang memecat mereka secara sepihak. Para
karyawan yang memblokade Jalan Damai pun mengakibatkan Jalan Daan Mogot Raya
macet total. Menurut Ketua Serikat Karyawan Dicky Irawan, pihak manajemen tidak
adil dan pilih kasih dalam hal pemecatan.
Karena itu, karyawan yang telantar berdemo
menuntut keadilan. Selain itu, demonstran juga menuntut pembayaran upah yang
belum dibayarkan perusahaan. Hingga tulisan ini disusun, manajemen
Indosiar belum memberikan keterangan terkait kasus ini.
Pendapat :
Dalam hal ini Indosiar telah melanggar
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Disebutkan bahwa :
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajibanantara pekerja/buruh
dan pengusaha.
Jadi hal tersebut merupakan kesepakatan dua
belah pihak yang sejak awal telah disepakati dalam kontrak kerja / PKWT, yang
diatu dalam bab IX Pasal 50 mengenai hubungan kerja. Yaitu,
hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Yang hanya dapat berakhir apabila waktu yang ditentukan berakhur
masanya, atau pekerja telah meninggal dunia.
Selain itu dalam pemutusan hubungan kerja
adas baiknya jika suatu perusahaan memberikan kebijakan berupa pesangon dan
telah membayar seluruh kewajibannya dalam hal membayar upah karyawannya, yang
merupakan hak mutlak yang harus mereka terima ( Pengupahan
Pasal 88)Yaitu setiap pekerja/ berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Sedangkan dalam pemutusan hubungan kerja yang
diatur dalam Pasal 150 tentang PHK Yaitu ;
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau
tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan
usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Dan pemberian pesangon telah di tetapkan
pemerintah dalam Pasal 156 yaitu;
(1)
Dalam
hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima.
(2)
Perhitungan
uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dalam hal ini Indosiar telah
melanggar etika hukum dalam ketenagakerjaan.
Sumber:
Lima pekerja di salah satu perusahaan transportasi di
Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung dengan Serikat Pekerja.
Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi, diantaranya adalah divisi bengkel dan
divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah berhasil menuntut hak
mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan sebelumnya Rp. 25.000/hari
padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp. 40.000/hari dan biaya Jamsostek yang
100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang divisi bengkel telah menikmati upah yang
sesuai dengan UMK dan memiliki Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Mengikuti kesuksesan divisi bengkel dalam menuntut hak kerja
mereka, para pekerja di divisi kru bis pun mulai bergabung dengan
Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru bis banyak mengalami pelanggaran hak-hak
pekerja, diantaranya adalah pembagian upah yang menganut sistem bagi hasil.
Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
·
Supir
: 14% dari pendapatan bersih per hari
·
Kondektur
: 8% dari pendapatan bersih per hari
·
Kenek
: 6% dari pendapatan bersih per hari
Apabila pekerja tidak masuk kerja akan dikenakan denda
sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk kerja karena sakit. Tunjangan
Hari Raya pun tidak pernah diberikan kepada pekerja. Masalah lain adalah
mengenai tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila terjadi
kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri
biayanya.
Akan tetapi, perjuangan divisi kru bis lebih berat dibanding
divisi bengkel karena perusahaan sudah semakin pintar dalam berkelit.
Mereka tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua perintah dan
peraturan dikemukakan secara lisan sehingga pekerja tidak memiliki bukti
tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan seperti halnya
yang dilakukan pekerja di divisi bengkel sebelumnya.
Kasus tersebut telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja
setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut akan mendapat
pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
(Http://www.gajimu.com)
Kasus
Iklan Tidak Etis
Iklan
yang tayang di televisi yaitu iklan So Nice "So Good", "Fakta
Bicara" oleh Badan Pengawasan Periklanan, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
diputuskan melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Keputusan
yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Periklanan (BPP) PPPI telah disampaikan
kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Pada
iklan TV So Nice "So Good", pelanggaran EPI terjadi pada
pernyataan bahwa mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh
lebih tinggi daripada yang tidak. Menurut EPI BAB IIIA No. 1.7 menyatakan
bahwa: "Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu
produk, maka dasar-daasr jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
KPI Pusat juga mengingatkan kepada para pembuat iklan dan televisi bahwa dalam
Pasal 49 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2009 telah dinyatakan
bahwa iklan wajib berpedoman kepada EPI.
Selanjutnya
KPI Pusat meminta kepada semua stasiun TV untuk mematuhi Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) Tahun 2009 dan EPI. (KPI)
Diposkan
oleh Dunia TV di 20:00
ULASAN
;
Indonesia
tidak dapat dipungkiri merupakan pasar yang menggiurkan tidak hanya di kawasan Asia tapi
juga di dunia. Jumlah penduduk negara kepulauan ini mencapai lebih dari 200
juta jiwa dan merupakan sebuah pasar yang sangat menjanjikan bagi para pelaku
industri yang ingin melebarkan bisnisnya. Menjangkau sasaran pasarnya, bukanlah
pekerjaan mudah bagi para pelaku bisnis ini, karena itu mereka membutuhkan para
profesional yang membantu mereka untuk berkomunikasi kepada konsumen dengan
menggunakan media yang tepat dan pesan yang efektif.
Di
sinilah peranan industri periklanan di Indonesia yang menjembatani
komunikasi antara produsen dan konsumennya. Sejalan dengan semakin besarnya
dunia pemasaran, maka semakin berkembang pula industri periklanan di
tanah air. Saat ini industri periklanan di Indonesia adalah salah satu yang
terbesar di dunia. Hal ini disebabkan konsumen Indonesia belum mengalami
kejenuhan terhadap iklan seperti halnya yang terjadi di negara lain. Industri
iklan terus meroket dengan belanja iklan yang terus naik setiap tahunnya. Pada
tahun 2006 saja belanja iklan Indonesia mencapai tujuh trilyun rupiah. Saat ini
pemirsa Indonesia dikelilingi oleh jumlah iklan terbanyak dari yang pernah
terekam dalam sejarah industri ini di Indonesia. Pemirsa TV Indonesia, sebagai
contoh, menjadi sasaran 3.650.000 spot iklan TV setiap tahun, atau 10.000 spot
setiap hari, atau setara dengan 42 spot setiap jam. Dengan kata lain, setiap
dua menit acara ada satu menit iklan (Subramaniam, 2006: 39).
Besarnya
jumlah uang yang berputar di industri iklan bagaikan manisnya gula yang terus
memancing datangnya “semut-semut” baru untuk terjun di dalam industri ini.
Banyak perusahaan-perusahaan iklan (advertising agency) global yang membuka
kantornya di Indonesia bersama dengan ratusan perusahaan iklan lokal
memperebutkan kue iklan yang sangat besar itu.
Karena
besarnya jumlah uang yang di raup dalam setiap penayangan iklan, tidak sedikit
pula perusahaan yang tidak memperhatikan etika dalam periklanan seperti contoh
kasus iklan “ so nice so good “, dalam iklan tersebut terselip kata persuasive
“akan lebih tinggi dari pada yang tidak makan sosis “untuk mempengaruhi
customer mengkonsumsi product sosis mereka. Kebenaran dalam iklan
berkaitan dengan fungsi informative.Hal ini menunjukkan adanya manipulasi makna
karena kata–kata tersebut adalah hal yang tidak dapat dipertanggungjawabjkan
dalam etika periklanan.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Reklame sebuah produk perawatan wajah yang
terpampang di perempatan Badran, Kota Yogyakarta, dianggap Badan Pengawas
Periklanan Daerah (BPPD Jogjakarta) tak memenuhi etika pariwara.
Papan
reklame itu bergambar wajah lelaki-dari samping kiri dan kanan-yang banyak
goresan dan lubang, seperti bekas jerawat yang akut. Tulisan pada reklame tersebut,
berbunyi, “Akibat perawatan yang salah, wajahku jadi rusak seperti ini..”
Syamsul
Hadi, Ketua BPPD, saat beraudiensi dengan jajaran Pemkot Yogyakarta, Senin
(7/9) mengatakan, BPPD meminta dukungan Pemerintah Kota Yogyakarta agar media iklan luar ruang yang di jalanan
memenuhi etika pariwara. Yakni etis secara visual, dan materi iklannya memberi
informasi yang benar.
Pihaknya
melihat gejala bahwa etika pariwara mulai dilanggar. Selain reklame di Badran,
iklan di media cetak tak luput disorot, misalnya
iklan sebuah produk madu yang diklaim bisa menyembuhkan penyakit ini-itu. Juga
iklan pengobatan tradisional yang bertebaran di koran. Kata menyembuhkan, misalnya
tak dibenarkan dalam etika pariwara Indonesia(EPI).
Reklame
iklan produk perawatan wajah di Baran itu, menurut Eko (26), pengguna jalan
yang juga karyawan swasta di Yogyakarta, sangat mengganggu mata. “Masa iklan
bergambar seperti itu bisa terpasang di perempatan. Tidak etis sama sekali,”
kata Eko.
Menurut
Eddy Purjanto, Ketua Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia Pengurus
Daerah (P3I Pengda) DIY yang juga ikut dalam audiensi, kata menyembuhkan berlebihan
dan memberi informasi yang tidak tepat. Seharusnya, kata yang dipakai adalah membantu menyembuhkan atau meringankan penyakit tertentu.
Selain kata menyembuhkan, EPI juga tak membenarkan kata terbaik, terunggul, atauterdepan.
“Dalam
kasus reklame di Badran, kami butuh dukungan Pemkot untuk menegur biro iklan
yang membuat. Sebab, biro iklannya dari Jakarta.
Dengan dibantu Pemkot, yang rekomendasinya pasti lebih didengar, biro-biro
iklan bisa ditegur,” ujar Syamsul.
Teguran
lisan dan tertulis dari Pemkot, termasuk juga ke media elektronik dan cetak,
diyakini bisa menjaga materi iklan yang dikonsumsi masyarakat terjaga
keetisannya, secara isi dan visual. BPPD, badan yang dibentuk
P3I pada Juli 2009 lalu ini, berharap pemkab-pemkab lain di DIY, nantinya bisa
senada dengan Pemkot.
Herry
Zudianto, Wali Kota Yogyakarta berjanji mendukung BPPD. Mencermati isi iklan
luar ruang, mestinya juga menjadi tanggung jawab Pemkot. “Kami menunggu masukan
dan pencermatan BPPD. Pemkot akan melayangkan teguran lisan dan tulisan ke
biro-biro iklan, dan meminta mengganti dengan materi lain,” papar Herry.
Kasus Etika Pasar Bebas
Pasar
bebas adalah pasar ideal, di mana adanya perlakuan yang sama dan fair bagi
semua pelaku bisnis dengan aturan yang fair, transparan, konsekuen &
objektif, memberi peluang yang optimal bagi persaingan bebas yang
sehat dalam pemerataan ekonomi.
Pasar
bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Salah satu ukuran
kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas
adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi(J.Gremillion).
Negara-negara
yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami
bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan
dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi
interpen-densi global yang terus memintai dunia.
Biar
bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki
sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan
terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya,
dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi
dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus
menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita
sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi danpolitik global
yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang
membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi
bertuan.
Ini
jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak
berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak
berbendera dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi
global yang terus memintai dunia.
Yang
terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-back up
setiap penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan,
kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa
negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara
bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula.
Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh
keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral
dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku
negara-negara yang bertanggung jawab atas nasib masyarakat dunia..
Tentunya
ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak
pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam
menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas
utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk
mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya
diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya.
Tentunya,
setiap konsumen kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas
yang baik dan harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk
nasional ini akan kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual
tersebut. Berikut merupakan peran Pemerintah dalam pasar bebas, yaitu:
• Efektif, karena begitu terjadi
pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu, pemerintah akan bertindak
efektif dan konsekuen untuk membela pihak yg dilanggar & menegakkan
keadilan.
• Minimal, karena sejauh pasar
berfungsi dengan baik dan fair maka pemerintah tidak terlalu banyak ikut
campur.
Maka
siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa
saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh
pemerintah terlepas dari status social dan ekonominya.
Kasus
Salah
satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia,
dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel
sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut
menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar
2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya
tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy
paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun
tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya,
Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini,
kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti
dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong
dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other
grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada
tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti
Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk
sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan
lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti
dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar
8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah
ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun
konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya,
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian
akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Kasus Indomie di Taiwan
Akhir-akhir ini makin banyak
dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang
mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada
pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar
dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis,
bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas
adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan.
Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar
di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia
dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat
tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat
(08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket
terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR
dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan
mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu,
secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka
Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi
IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi
pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya
yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan,
dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang
membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya
dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri
pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman
untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg
nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex
Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada
persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi
di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie
ini.
Sumber
:
www.wikepedia.com
www.google.com
Kasus Whistle Blowing
Whistle
Blower merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Whistle blowing berkaitan dengan
kecurangan yang merugikan perusahaan sediri maupun pihak lain. Hal ini
merupakan isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu
tersebut maupun organisasi yang dilaporkan (Vinten, 1994). Menurut Vardi dan
Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan menyimpang karena menyalahi
aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja.
Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini dikategorikan sebagai
pengkhianatan terhadap perusahaan.
Whistle Blowing dalam perusahaan (misalnya atasan) dapat disebut sebagai
perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi perasaan yang
kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan kepedulian
terhadap kesuksesan perusahaan itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle blowing
yang bersifat ”pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku menyimpang
tipe D karena ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya. Sementara itu, beberapa
peneliti menganggap whistle blowing sebagai suatu bentuk tindakan kewarganegaraan
yang baik (Dworkin & Nera, 1997), harus didorong dan bahkan dianugerahi
penghargaan. Namun, whistle blowing biasanya dipandang sebagai perilaku
menyimpang. Para atasan menganggapnya sebagai tindakan yang merusak yang kadang
berupa langkah pembalasan dendam yang nyata (Near & Miceli, 1986). Para
atasan berpendapat bahwa pada saat tindakan yang tidak etis terungkap, maka
mereka harus berhadapan dengan pihak intern mereka sendiri. Penelitian Near
& Miceli mengungkapkan bahwa whistle blower lebih memilih melakukan aksi
balas dendam apabila mereka tidak mendapat dukungan yang mereka inginkan dari
atasannya, insiden yang terjadi tergolong serius, dan menggunakan sarana
eksternal untuk melaporkan kesalahan yang ada. Kita dapat mengidentifikasi pola
tingkatan dari OMB, yaitu sebuah tindakan tidak pantas yang dilakukan di dalam
organisasi/perusahaan dan anggota dalam perusahaan memutuskan untuk menentang
norma loyalitas kepada perusahaan dan mengungkapkan tindakan tidak pantas tadi
kepada pihak luar. Dampaknya, organisasi/perusahaan akan melakukan tindakan
menyimpang lebih jauh dengan mengambil aksi balas dendam kepada whistle blower
tadi.
Perilaku whistle blowing berkembang atas beberapa alasan. Pertama, pergerakan
dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan,
keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja. Kedua, keadaan ekonomi
sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak informasi.
Ketiga, akses informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing
sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini
(Rothschild & Miethe, 1999). Tidaklah mudah untuk memastikan terjadinya
whistle blowing. Rothschild & Miethe (1999) mendapatkan informasi yang
menarik tentang hal ini. Dengan menngunakan sampel pekerja dewasa di US,
ditemukan bahwa 37% dari mereka menemukan tindakan menyimpang di dalam
lingkungan kerja mereka dan 62% dari porsi ini melakukan tindakan whistle
blowing. Namun hanya 16% yang melaporkan ke pihak eksternal, sisanya hanya
melapor kepada pihak internal yang memiliki kuasa lebih tinggi.
Miceli & Nera (1997) memandang whistle blowing sebagai antisocial OB.
Antisocial OB adalah tindakan intens yang bersifat membahayakan yang dilakukan
anggota organisasi terhadap individu, kelompok, atau organisasi. Untuk perilaku
whistle blowing yang diklasifikasikan kedalam golongan ini harus dipastikan
tingkat bahaya yang dihasilkan. Perilaku ini sejalan dengan OMB tipe D, yang
juga dianggap sebagai aksi balas dendam.
De George (1986) menetapkan tiga kriteria atas whistle blowing yang adil.
Pertama organisasi yang dapat menyebabkan bahaya kepada para pekerjanya atau
kepada kepentingan publik yang luas. Kedua, kesalahan harus dilaporkan pertama
kali kepada pihak internal yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, dan ketiga,
apabila penyimpangan telah dilaporkan kepada pihak internal yang berwenang
namun tidak mendapat hasil, dan bahkan penyimpangan terus berjalan, maka
pelaporan penyimpangan kepada pihak eksternal dapat disebut sebagai tindakan
kewarganegaraan yang baik.
Menurut
James (1984), whistle blower dalam for-profit organization akan dikenakan
pemutusan kerja. Mereka juga akan masuk dalam blacklist yang tidak mendapat
surat rekomendasi. Sementara itu, dalam non-for-profit organization, whistle
blower biasanya dipindahkan, diturunkan posisinya, dan tidak akan mendapat
promosi.
Perilaku whistle blowing dapat terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang
kuat atas suatu organisasi, mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya
yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat
terhadap terjadinya whistle blowing.
Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu whistle blowing internal dan whistle
blowing eksternal.
Ø
Whistle blowing internal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan
yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada
atasannya.
Ø
Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan
yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena
kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Kasus
kasus di negara lain Jeffrey Wigand adalah
seorang Whistle Blower yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai
pengungkap sekandal perusahaan gThe Big Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang gaddictiveh dan
perusahaan ini menambahkan bahan gcarcinogenich di dalam ramuan rokok tersebut. Kita tahu bahwa
gcarcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja
atau karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di dalam suatu institusi
pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah
benama BPK).
Jakarta - Vanny Rossyane pernah berjasa dengan mengungkap bisnis dan
pabrik sabu milik terpidana mati Freddy Budiman. Atas jasa tersebut, Vanny seharusnya bisa
menjadi whistle blower.
"Menteri Hukum dan HAM saja sebut dia sebagai whistle blower, masa dia ditangkap juga," ujar kuasa hukum Vanny,
Farhat Abbas, saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (17/9/2013).
Farhat mengatakan
pengungkapan bisnis dan pabrik sabu milik Freddy di LP Cipinang bukan hal yang
mudah. Dan hal itu sangat membantu dalam pemberantasan narkoba di negeri ini.
"Tidak ada
alasan dia ditangkap. BNN berhasil menemukan pabrik sabu di penjara,"
ungkapnya.
Wamenkum HAM Denny Indrayana pernah mengatakan
Vanny bisa menjadijustice collaborator dalam kasus tersebut.
"Seharusnya dia kan jadi justice collaborator," kata
Denny, di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Jumat (26/7). Denny mengatakan, Vanny tidak akan ada diberikan
sanksi terkait keterangannya mengungkap kebobrokan LP. "Kenapa harus
diberi sanksi? Hubungannya apa? Kalau ada yang berkaitan tentu akan diupayakan
dimintakan keterangan," ucapnya.
Vanny diamankan
pada Senin (16/9) pukul 22.30 WIB. Ditemukan bukti sabu dan bong di lokasi
penangkapan di Hotel Mercure, Jakarta Utara. Vanny kini masih diperiksa di Direktorat
Narkoba Polri di Cawang, Jaktim. Dia menyebut penangkapan itu merupakan
penjebakan dan rekayasa Freddy dkk.
Sumber :